BER-IKHTIAR HINGGA BATAS PENGHABISAN

Sebut saja namanya Aziz. Dilahirkan bukan dari keluarga kaya di desa. Keluarganya biasa-biasa saja, tidak terlalu miskin, tetapi juga tidak terlalu kaya. Ia bersekolah bersama kawan-kawan lainnya di sebuah SD negeri di desa. Sekolahnya tidak terlalu mewah, namun memadai untuk kegiatan belajar mengajar.
Aziz kecil tumbuh menjadi dewasa bersama-sama kawan satu sekolah kecilnya dulu. Banyak orang desa yang cenderung pasrah dengan nasib karena tidak mempunyai banyak pilihan dengan keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Pada akhirnya mereka bekerja di desa seadanya, mulai dari petani, pedagang warung, atau pekerja pabrik.
Berbeda dengan Aziz, beruntung keluarganya sangat mementingkan aspek pendidikan, sehingga bakat kecerdasan yang dimiliki olehnya terus didukung oleh keluarga. Dan Aziz memang bukan tipe orang yang gampang menyerah oleh nasib, walaupun teman-temannya banyak yang tidak meneruskan sekolah karena berbagai alasan, Aziz tetap maju sekolah hingga selesai di salah satu SMA terbaik di kabupatennya.
Kuatnya keinginan Aziz untuk mengubah nasib dan kehidupannya memang tidak terbantahkan. Sejak SMA, sudah belajar dengan sungguh-sungguh, seakan menantang orang-orang kota yang lebih banyak fasilitas, bahwa orang-orang desapun mampu untuk meraih sukses dan cita-cita sebagaimana mereka.
Dan keinginan kuat itupun akhirnya membawa hasil saat ia lulus Ujian Masuk ke Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi. Bukan perkara mudah untuk bisa masuk ke salah satu universitas terbaik ini, tetapi tekad kuat Aziz diiringi kerja keras yang luar biasa berhasil membawanya ke gerbang kemajuan seperti apa yang diidamkan.
Dari situlah, nasib anak desa ini mulai berubah. Berubah dari kumpulan orang-orang yang kekurangan informasi dan pengetahuan, menjadi orang yang penuh dengan pengetahuan dan keterampilan yang bisa lebih bermanfaat. Intinya satu, sebagaimana ayat Al-Qur’an yang disebutkan di atas; mau mengubah sendiri nasib dan masa depannya.
Kemauan untuk mengubah nasib dan masa depannya bisa dilakukan karena manusia mempunyai kemampuan untuk memilih, atau apa yang disebut sebagai ikhtiar. Ikhtiar dapat dilakukan karena manusia memiliki akal pikiran yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jelek, serta mana yang benar dan mana yang salah.
IKHTIAR DAN TAQDIR
Salah satu permasalahan yang dari dulu menjadi perdebatan adalah bagaimana posisi manusia di hadapan Taqdir yang sudah ditentukan oleh Allah? Apakah manusia mempunyai ruang untuk menentukan sendiri nasibnya di masa mendatang, ataukah tinggal diam saja menunggu nasib yang telah ditentukan. Dua pemikiran inilah yang pada akhirnya mengkristal menjadi dua kutub pemikiran besar, yaitu Qadariyah dan Jabariyah.
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia dapat sepenuhnya menentukan sendiri apa yang ia akan lakukan di masa mendatang. Akal pikiran yang diberikan Allah-lah yang bisa menjadi penentu apa yang akan dikerjakan di kemudian hari. Sementara kaum Jabariyah berpendapat bahwa apa saja yang dikerjakan oleh manusia ini sudah ditentukan oleh Allah. Jadi manusia tinggal menjalankan saja.
Saya tidak akan masuk ke arah perdebatan tersebut karena memang rumit dan kompleks, tetapi yang saya melihat ada titik temu adalah bahwa keduanya memandang bahwa manusia mempunyai ruang untuk memilih mana yang baik dan mana yang jelek yang disebut sebagai ikhtiar tadi.
Dengan adanya ruang untuk memilih inilah seyogyanya masing-masing orang menyadari bahwa ia tidak bisa hanya membayangkan diri bisa menggapai cita-cita dan mencapai tujuan hidupnya hanya dengan berdiam diri menerima nasib apa adanya. Yang harus dikerjakannya adalah bagaimana menimbulkan kesadaran bahwa mesti ada komitmen untuk berubah.
Komitmen untuk berubah adalah modal awal penting bagaimana seseorang bisa mengubah
nasib dan kehidupannya dengan baik. Karena pada dasarnya setiap orang mampu mengubah nasibnya sendiri, tinggal bagaimana ia mau atau tidak.
Seorang pedagang es keliling, penjual bakso, dan semua profesi di dunia ini adalah sama pentingnya. Di masa sekarang mungkin posisi masing-masing orang adalah sama. Tetapi yang menentukan mau jadi apa ia di masa mendatang adalah kemauan dan pilihannya untuk maju. Jika ia memilih untuk menjadi biasa-biasa saja, maka sampai kapanpun ia akan menjadi biasa-biasa saja. Sebaliknya, jika ia bertekad kuat untuk maju, maka usaha dan kerja keraslah jalan yang akan dipilih. Dengan usaha dan kerja keras itulah akan terbuka berbagai macam pintu ke arah keberhasilan.
Saya jadi ingat dengan cerita perjuangan Pak Jenggot, seorang penjual es dawet yang sangat terkenal di Pekanbaru, Riau. Pak Jenggot mulai berjualan es dawet sejak tahun 1994. Mungkin sama dengan penjual es dawet yang lain, Pak Jenggot berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain.
Pak Jenggot adalah tipe orang yang tidak mau sekedar menjalani hidup tanpa kemajuan. Ia ingin agar usaha yang dikembangkannya bisa lebih maju dari tahun ke tahun. Karena itulah, ia selalu mencoba berbagai rasa dan variasi baru dalam es dawetnya yang ia harapkan mampu menarik konsumen lebih banyak.
Setelah berkali-kali mencoba, akhirnya Pak Jenggot menemukan formula yang tepat untuk Es Dawetnya. Ditambah dengan buah durian dan beberapa bahan lalin, Es Dawet Pak Jenggot menjual rasa yang berbeda dibandingkan dengan es dawet yang lain.
Dan ternyata usaha itu terus berkembang pesat. Pak Jenggot kemudian menyewa satu tempat yang menjadi ”outlet” pertamanya hingga sekarang. Tempatnya tidaklah istimewa, di pinggir jalan biasa di depan sebuah toko. Orang-orang yang makanpun hanya disediakan bangku plastik yang tersebar di sekitar gerobaknya. Tetapi jangan tanya antrian yang beli, hampir selalu penuh terutama pada hari-hari libur. Usaha pak Jenggot terus berkembang hingga sekarang mempunyai beberapa cabang.
Apa yang dilakukan Pak Jenggot adalah memilih nasib dan masa depannya sendiri. Dalam kasus ini, ada dua hal yang bisa dipilih Pak Jenggot, bertahan untuk terus berjualan dengan gerobak dorong dari satu tempat ke tempat lain atau ia berusaha mengembangkan bisnisnya supaya lebih maju. Pilihan itu semuanya diserahkan kepada Pak Jenggot, dan ia memilih untuk mengembangkan usahanya lebih besar. Pilihan Pak Jenggot inilah yang disebut sebagai ikhtiar. Ia menentukan sendiri nasibnya di masa depan, memilih apa yang ia cita-citakan.
Sampai di mana batas kita harus berikhtiar? Sampai batas akhir di mana kita sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Jangan pernah kita berputus asa karena Rahmat Allah selalu meliputi keseluruhan alam. Kasih sayang Allah tidak pernah putus dari manusia, karenanya manusia mesti terus menyandarkan diri kepada Allah.
Gambaran Nabi Ya’qub dalam Al-Qur’an secara gamblang bisa menjadi pelajaran, walaupun mereka ditimpa berbagai kesusahan, Nabi Ya’qub mengingatkan anak-anaknya untuk tidak berputus asa. Mereka diminta untuk segera mencari di mana Nabi Yusuf berada untuk meminta pertolongan. Dan Nabi Ya’qub berpesan bagaimanapun caranya menemukan Nabi Yusuf dan tidak menyerah dengan keadaan. Kisah itu digambarkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Yusuf (12) ayat 87.
”Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir”.
Tidak ada yang tidak diberikan rahmat dan kasih sayang Allah. Karena itulah, tugas manusia adalah berusaha sekuat tenaga, ber-ikhtiar agar apa yang ia inginkan bisa tercapai.
PILIH DUNIA ATAU AKHIRAT
Kadang orang berpikir, lebih baik mendahulukan urusan dunia atau urusan akhirat? Atau begini pemikirannya, lebih baik bahagia di akhirat walaupun di dunia sengsara, dibandingkan dengan bahagia di dunia tetapi sengsara di akhirat. Begitu terkadang terlintas dalam pikiran kita.
Saya memahaminya tidak bisa dipisahkan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Apa yang kita kerjakan sekarang ini adalah bekal untuk kehidupan akhirat. Karena itulah, semua hal tidak bisa lepas dari pertanggungjawaban di akhirat nanti.
Menurut saya, adalah keliru kalau kita bekerja sepanjang hari tidak terkait dengan kehidupan akhirat. Jika kerja-kerja itu kita niatkan menjalankan ibadah dan kewajiban kita sebagai manusia, maka kerja-kerja itu juga bernilai ibadah. Dengan kerja yang bernilai ibadah, maka akan memberikan pahala juga untuk kehidupan di akhirat nanti.
Karena itulah, antara kehidupan di dunia ini, mencari nafkah, mendidik anak, mengembangkan usaha, mesti dijalankan dengan serius dan sungguh-sungguh. Di samping tentu saja tidak melewatkan berbagai kewajiban ibadah seperti yang sudah digariskan. Firman Allah SWT:
”Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al-Qashas (28): 77).
Ayat Al-Qur’an ini secara jelas menunjukkan perlu adanya keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Jangan sampai kita mementingkan salah satunya, sehingga sisi lain terbengkalai. Jika itu terjadi, justru hal itu bertentangan dengan ajaran Allah. Mari, kita seimbangkan hidup kita masing-masing.

http://agama.kompasiana.com/2010/07/25/ber-ikhtiar-hingga-batas-penghabisan/
BER-IKHTIAR HINGGA BATAS PENGHABISAN BER-IKHTIAR HINGGA BATAS PENGHABISAN Reviewed by Akira on 8:04 PM Rating: 5

1 comment:

Powered by Blogger.